SULTRA.KABARDAERAH.COM – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Wakatobi bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan sosialisasi pendidikan politik bagi pemilih pemula.
Kelai ini, sosialisasi berlangsung di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Tomia, Selasa (21/2/2023).
Pada kesempatan tersebut, Kepala Kesbangpol, Adam Bahtiar, menjelaskan beberapa hal terkait netralitas Aparatur Sipir Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan serentak.
Disebutkan, ASN punya hak pilih sementara TNI/Polri tidak. ASN harus netral karena memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. “Jadi harus profesional dan tidak membeda-bedakan,” jelasnya.
Dalam sumpah jabatan dan janji Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), kata Adam Bahtiar, ASN adalah perekat persatuan dan kesatuan Bangsa. Sehingga dalam konteks politik harus menunjukkan netralitas.
Begitu pula TNI/Polri, yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagai penjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Ketua Bawaslu La Ode Muh Arifin, melalui Staf Divisi Hukum Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Wakatobi, Marlin, mengungkapkan yang hak pilihnya tidak diberikan untuk digunakan hanya TNI/Polri. Kalau ASN, mampu menggunakan hak pilihnya karena itu hak dan kewajibannya. Tetapi ketiga profesi ini diwajibkan untuk netral.
Menurutnya, ASN harus netral meskipun ada hak pilihnya. Tidak memihak kepada peserta pemilu maupun pemilihan dalam hal ini partai politik maupun para calon.
ASN menjadi penting untuk diatur sebagai salah satu instrumen negara yang harus netral dalam pemilu atau pemilihan. Sebab ASN memiliki peran dalam pengambilan kebijakan sebagai salah satu aparatur negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengambil kebijakan dan keputusan-keputusan maka mereka diharuskan netral.
Ketika ASN dibolehkan terlibat langsung dalam politik praktis, maka rawan penyalahgunaan wewenang.
Kepala sekolah (Kepsek) misalkan, kalau bisa dengan terang-terangan mengarahkan bahwa harus mendukung salah satu calon, maka pemilih pemula tidak akan memiliki kebebasan untuk memilih siapa yang mereka yakini menjadi perwakilan di legislatif, siapa yang diyakini memiliki kemampuan untuk membangun negeri ini.
“Kita tidak akan memiliki kebebasan itu, karena dengan kekuatan yang dimiliki ASN misalnya guru atau kepsek, maka nilai siswa bisa diintervensi. Siapa yang bisa melawan kalau misalnya kepala sekolah atau gurunya menyampaikan pilih nomor A, pilih calon A, yang tidak memilih calon A tidak akan naik kelas. Sehingga semua siswa mau tidak mau, suka atau tidak suka harus memilih yang diarahkan daripada tidak naik kelas.
Demikian pula di sisi pemerintahan selaku pelayan masyarakat,” terangnya. (cw1)
Discussion about this post