Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) menjadi momok yang cukup popular dibicarakan di hampir sepanjang tahun 2020. Bahkan di setiap ajang silaturahmi topik tentang Covid seolah-olah tidak pernah absen untuk dibahas. Namun dipenghujung tahun 2020, momoknya seolah memudar, seiring dengan sudah mulainya masyarakat menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi seperti sekarang.
Pandemi adalah suatu wabah penyakit global. Menurut World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia, pandemi dinyatakan ketika penyakit baru menyebar di seluruh dunia melampaui batas.
Penyakit Coronavirus (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus korona yang ditemukan pada tahun 2019 di Wuhan, China. Meskipun beberapa sumber belakangan mengatakan ada 3 negara yang di klaim pertama kali merebak Covid selain negara China, yakni Spanyol, Italia dan India.
Flashback, pasca ditetapkannya pandemi Covid-19 oleh Dirjen WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus pada hari Kamis (12/3/2020), masyarakat dunia saat itu mengalami guncangan hebat secara psikologis dimana setiap orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 seolah tidak ada lagi harapan untuk hidup.
Bagaimana tidak, pemberitaan yang memenuhi linimasa media kala itu tidak pernah terlepas dari pemberitaan Covid. Update terkonfirmasi positif dan meninggal yang jumlahnya terus meningkat menjadi suguhan utama media lokal, nasional dan internasional. Meskipun saat diumumkan tidak pernah diberi penjelasan detail tentang penyakit penyerta bagi pasien yang meninggal.
Khusus di Indonesia sendiri, Pemerintah telah mengeluarkan status darurat bencana terhitung mulai tanggal 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020 terkait pandemi virus Covid-19 ini dengan jumlah waktu 91 hari.
Efek psikologis yang ditimbulkan kian parah dan seolah menjadi bola salju yang terus menggelinding. Misal, ketakutan secara berlebihan bahkan adanya stigma dan pengucilan terhadap orang sekitar meskipun hanya hasil pemeriksaan Rapid Test Antibody Covid-19 yang reaktif, belum disertai hasil pemeriksaan Swab PCR Covid-19.
Berbagai persepsi dan perilaku masyarakat dalam menyikapi pandemi Covid-19 kemudian bermunculan dan terus berkembang. Persepsinya bervariatif tergantung tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang Covid itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini, tentu peran Pemerintah, instansi terkait dan stakeholder sangat dibutuhkan.
Secara sosial, kita pasti akan mengalami suatu bentuk New Normal atau kita harus beradaptasi dengan beraktifitas, bekerja, mengurangi kontak fisik dengan orang lain, menghindari kerumunan, serta bekerja dari rumah (WFH), dan bersekolah dari rumah. Hal senada juga pernah disampaikan Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita beberapa bulan yang lalu.
Relevan dengan yang dijelaskan di atas, langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah untuk dapat menyelesaikan kasus luar biasa ini, selain edukasi tentang ‘apa sih itu Covid-19?’ Juga dengan sosialisasi tentang penerapan Protokol Kesehatan (Prokes).
Diantaranya, masyarakat diharapkan: Pertama, untuk menjaga kebersihan tangan. Kedua, jangan menyentuh wajah dalam kondisi tangan yang belum bersih, sebisa mungkin hindari menyentuh area wajah, khususnya mata, hidung, dan mulut.
Ketiga, menerapkan etika batuk dan bersin karena ketika batuk atau bersin, tubuh akan mengeluarkan virus dari dalam tubuh. Keempat, pakai masker bagi yang memiliki gejala gangguan pernapasan, kenakan masker medis saat berinteraksi dengan orang lain.
Kelima, menjaga jarak (social distancing) untuk menghindari terjadinya paparan virus dari orang ke orang lain minimal 1 meter. Keenam, isolasi mandiri bagi yang merasa tidak sehat, seperti mengalami demam, batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak napas.
Ketujuh, menjaga kesehatan selama berada di dalam rumah atau berkegiatan di luar rumah, pastikan kesehatan fisik tetap terjaga dengan berjemur sinar matahari pagi selama beberapa menit, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan melakukan olahraga ringan.
Dalam penerapannya, pemerintah melalui instansi terkait memberikan punishment kepada masyarakat yang telah melakukan pelanggaran. Misal, sweeping penggunaan masker bagi pengedara kendaraan. Jika ditemukan tidak menggunakan masker, akan dikenakan sanksi. Bisa dengan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, push up, bahkan sampai ada yang diminta membersihkan got dan lain-lain. Sanksi sosial tersebut tentu diharapkan memberikan efek jerah kepada masyarakat yang kadang ngeyel dalam mematuhi prokes. Meskipun belakangan ini jika kita perhatikan upaya-upaya serupa nyaris tidak ditemukan lagi.
Pada akhirnya kesadaran dari kita semua adalah solusi terbaik untuk memutus mata rantai Covid-19. Terwujudnya Kesehatan yang optimal dan hari-hari produktif tanpa harus was-was dengan Covid-19 adalah harapan bersama.
Mengenai vaksinasi, tanggapan saya positif, dimana tujuan dari vaksin itu untuk memberikan kekebalan pada individu yang mendapatkan vaksin. Orang yang disuntikan vaksin, diharapkan akan menginduksi atau merangsang sel tubuhnya. Terutama sel B untuk memproduksi imunoglobulin. Sehingga individu memiliki kekebalan pada SARS-CoV-2.
Namun bukan berarti setelah kita mendapat suntikan vaksin, virus Corona akan berakhir. Vaksin hanya sebagai imunitas tinggi untuk mencegah virus masuk dalam tubuh. Kita tetap dianjurkan untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Mengenai banyaknya berita yang beredar tentang efek samping yang terkesan menakut-nakuti soal vaksin Covid-19, menurut saya pemerintah tentu sudah melakukan antisipasi dari awal dengan berbagai uji melalui instansi terkait untuk keamanannya sebelum vaksin ini di launching di Indonesia.
Penulis: Dahmar, S.KM.,M.Kes.
– Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dayanu Ikhsanuddin,
– Branch Manager Maxima Laboratorium Klinik Baubau
Discussion about this post