Praperadilan merupakan hal baru dalam dunia peradilan indonesia khususnya penegakan hukum pidana. Pengaturan proses praperadilan terdapat dalam Bab X Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri.
Salah satu bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia yang diberikan oleh negara yaitu proses praperadilan, yang mana hal tersebut diatur dalam pasal 77-83 KUHAP.
Praperadilan hanya merupakan kewenangan tambahan yang dimiliki oleh pengadilan negeri, yang berfungsi untuk memeriksa keabsahan dari suatu proses penanganan perkara. Oleh karenanya pemeriksaan dalam proses praperadilan bukanlah mengenai pokok dari suatu perkara.
Sebagaimana diatur dalam KUHAP khususnya Pasal 77 tentang praperadilan, mengatur tentang kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Menurut pasal 1 angka 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikut:
a. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya (Pasal 79 KUHAP).
b. Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (Pasal 80 KUHAP).
c. Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya (Pasal 81 KUHAP).
Dalam proses persidangan dipengadilan negeri, Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera sesuai dengan ketentuan Pasal 78 ayat (2) KUHAP.
Acara pemeriksaan praperadilan dijelaskan dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP yaitu sebagai berikut:
a. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
b. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;
c. pemeriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
d. dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
e. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.
Pemeriksaan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan (praperadilan) tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (diatur dalam pasal 1 angka 10 huruf b jo. Pasal 78 KUHAP).
Oleh: Ahmad Edison, S.H
Penulis merupakan Advokat/Pengacara dan konsultan hukum
Sumber:
A. Buku;
1. M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Ed.2, Cet. 10. (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika). 2008.
2. Tim Grahamedia Press. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). (Surabaya: Penerbit Grahamedia Press). 2015.
B. Peraturan Perundang-undangan;
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
C. Internet;
1. https://heylawedu.id/blog/mengenal-lebih-dekat-proses-praperadilan , diakses senin, 16 Mei 2022
2. https://www.hukumonline.com/klinik/a/praperadilan-cl7035 , diakses senin, 16 Mei 2022.
Discussion about this post