SULTRA.KABARDAERAH.COM –
Etika politik yang berdasarkan nilai budaya bangsa ada dalam Pancasila sila keempat yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan. Hal itu disampaikan kepala badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Wakatobi, Adam Bahtiar, pada sosialisasi pendidikan Politik di Pulau Kahedupa, Kamis (17/3/2022).
Adam Bahtiar mengungkapkan, sesungguhnya politik itu adalah seni dan ilmu untuk mempengaruhi orang lain guna mencapai suatu tujuan.
“Contoh kecil, dalam kehidupan kita tidak pernah terlepas dari politik. Kita beli beras diluar Rp100 ribu kita jual di sini Rp115 ribu, itu adalah politik ekonomi. Jadi segala segi kehidupan ada politiknya,” katanya.
Kata Adam Bahtiar, namun tidak sedikit pula masyarakat yang berasumsi bahwa politik itu jelek, untuk menipu, sesuai apa fakta yang dilihat.
Menurutnya, itulah politik yang tidak beretika, tidak berdasarkan pada nilai-nilai luhur budaya bangsa. Sementara etika politik yang berdasarkan nilai budaya bangsa, ada dalam Pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan.
“Kunci utama adalah hikmat kebijaksanaan yang lahir dari kesadaran murni. Sehingga politik yang lahir dari kesadaran murni maka tidak akan pernah membenci antara satu dengan yang lain. Tetapi akan saling memahami, saling menghargai, dan saling mencintai,” tuturnya.
Seandainya politik itu didasarkan kepada esensi politik, sesuai budaya bangsa yang didasarkan pada kebijaksanaan, menurut dia, tidak akan terjadi keretakan di masyarakat di setiap momen pemilihan. Baik itu pemilihan kepala desa, pemilihan legislatif, pemilihan Bupati/Walikota, pemilihan Gubernur maupun pemilihan Presiden.
“Karena yang terjadi jika tidak didasari dengan itu, perbedaan pilihan itu dianggap musuh biar pun suami istri, tetangga, saudara yang akhirnya berakibat pada silaturahim yang terputus. Karena pikiran dikendalikan oleh nafsu amarah,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa masyarakat adalah aktor politik. Di samping sebagai aktor tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan, juga sebagai agen-agen pendidikan politik yang sangat berarti bagi negeri.
“Kita sebagai masyarakat mempunyai hak untuk memilih. Di dapur itu banyak bumbu, tapi ada satu bumbu yang harganya murah dan biasanya tempatnya kurang bagus, yaitu garam. Padahal biar semua rempah-rempah yang bagus dan mahal itu tanpa garam maka tidak punya arti apa-apa. Seluruh tahapan dan proses pemilu ke depan dan pilkada serentak tanpa peran masyarakat maka tidak berarti apa-apa,” tuntasnya. (cw1)
Discussion about this post